Ini Kiprah Industri Gelas Sebelum Kena Suntik Mati Jokowi

Ilustrasi Gelas Air. (AP Photo/Rahmat Gul)

Satu per satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah tak lagi beroperasi ditutup oleh pemerintah. Terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membubarkan dua BUMN bermasalah, salah satunya adalah PT Industri Gelas (Persero).

Pembubaran ini resmi berlaku setelah Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 18 Tahun 2023 dan dilakukan karena perusahaan sudah tidak lagi produktif dengan bisnis yang dilaksanakan juga tidak memberikan keuntungan kepada Kementerian BUMN.

Dikutip dari laporan keuangan BUMN kepada pemerintah pusat, hingga akhir 2018 Iglas membukukan pendapatan senilai Rp 690 juta dan perusahaan juga mendapatkan pendapatan lain-lain senilai Rp 2,84 miliar.

Namun sayangnya beban usaha perusahaan justru lebih tinggi dibanding dengan pendapatan ini, yakni mencapai Rp 6,56 miliar. Selain itu juga terdapat beban lain-lain senilai Rp 57,13 miliar, beban bunga juga tinggi mencapai Rp 48,42 miliar.

Kondisi keuangan yang parah ini membuat perusahaan harus mencatatkan kerugian tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas pengendali senilai Rp 84,61 miliar.

Dirangkum dari berbagai sumber, perusahaan ini didirikan pada 29 Oktober 1956 dengan izin kegiatan usaha untuk memproduksi dan memperdagangkan barang-barang dan peralatan yang terbuat dari gelas serta hasil olahan lainnya yang berhubungan dengan produksi gelas.

Dahulu, perusahaan ini berkantor di Jl. Kapten Darmosugondho, Segoromadu, Gresik, Jawa Timur. Mengutip detikcom, perusahaan ini pernah berperkara dengan Pemerintah Kota Surabaya. Perusahaan inipun dilayangkan gugatan dengan nomor perkara 394/PDT.G/2017/PN.SBY.

Sebenarnya sengketa ini telah dimulai sejak 1979 di mana kemudian digunakan tanpa status izin pemakaian tanah dari Pemkot Surabaya. Selanjutnya pada tahun 2004 muncul sertifikat HGB atas nama PT Iglas.

“Dulu awalnya mereka menyewa dan kemudian beralih fungsi dan kepemilikan. Namun tahun 2004 muncul sertifikat HGB atas tanah tersebut,” kata Yayuk Eko Agustin, Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Kota (Sekkota) Surabaya, saat menggelar jumpa pers di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, pertengahan tahun 2018 lalu.

Dalam prosesnya hukumnya, perkara ini dimenangkan oleh Pemkot Surabaya sehingga perusahaan terpaksa mengembalikan asetnya kepada pemerintah daerah tersebut, termasuk aset di Jalan Ngagel 153-155 yang dulunya digunakan untuk memproduksi pabrik gelas.

Pada 2005, perusahaan ini direncanakan untuk diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tujuannya untuk mendapatkan gambaran yang lebih independen mengenai kondisi sebenarnya di BUMN itu.

Mengutip laman resmi BPKP, upaya ini dilakukan setelah adanya tindakan dari Direktur Utama Iglas Daniel S. Kuswandi yang mengungkap kebocoran di BUMN tersebut, sedikitnya Rp10 miliar per tahun selama belasan tahun akibat praktik kecurangan (fraud) yang berlangsung selama ini.

Daniel sendiri akhirnya masuk bui setelah buron selama delapan tahun dan tertangkap pada November 2019. Dia telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atas kasus korupsi senilai Rp 13 miliar.

Dia tertangkap di rumahnya di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan namun diadili di Surabaya dan dieksekusi hukumannya berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.

Dalam putusannya ini, Daniel dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp 13,9 miliar subsider 2 tahun penjara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*