Akhir bulan ini, masyarakat muslim di seluruh dunia akan melaksanakan ibadah puasa. Kurma menjadi salah satu makanan yang paling banyak dikonsumsi saat berbuka puasa. Oleh karena itu, umumnya pada saat menjelang Ramadhan terjadi kenaikan permintaan kurma di masyarakat.
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) justru mencatat terjadi penurunan impor kurma pada Februari 2023. Dimana pada bulan Januari impor kurma mencapai US$ 22,5 juta, sedangkan pada Februari nilainya hanya sebesar US$ 19,3 juta. Nilai tersebut turun sekitar US$ 3,2 juta.
Direktur Statistik Distribusi BPS Efliza mengatakan alasan penurunan nilai impor ini dapat terbaca dari melihat data historisnya. Jika dilihat dari data historisnya, penurunan impor pada bulan Februari juga terjadi di tahun lalu. Pada tahun 2022, nilai impor kurma di bulan Januari mencapai US$ 23,19 juta, kemudian nilai tersebut turun pada Februari yang hanya sebesar US$ 21,6 juta.
Oleh karena itu, dari data historis tersebut Efliza mengatakan kemungkinan besar penurunan impor pada bulan Februari menjelang Ramadhan dikarenakan permintaan pada bulan Februari sudah lebih dulu dipenuhi pada bulan Januari. Mengingat periode puasa jika dilihat dari kalender masehi maka bulannya dari tahun ke tahun maju, sehingga sangat mungkin antisipasi pasokan kurma dilakukan lebih dulu dari bulan-bulan sebelumnya.
“Penurunannya tidak terlalu signifikan ya, bisa jadi demand (permintaan) Februari sudah dipenuhi di Januari, karena setiap tahun periode puasa kan maju ya, kalau melihatnya menggunakan kalender masehi,” terangnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/3/2023).
Berdasarkan data, adapun 3 negara terbesar yang menjadi mitra impor kurma Indonesia yakni Mesir, Tunisia dan Arab Saudi. Dimana kepada Mesir nilai impornya sebesar US$ 7,3 juta, Tunisia US$ 5,2 juta, dan Arab Saudi senilai US$ 2,03 juta.